Translate

Rabu, 21 Oktober 2015

Untukmu, Ayah…



Yang kutau dulu kau sangat menyayangiku, ayah. Waktu aku masih sangat kecil yang kutau semua kasih sayangmu hanyalah teruntukdiriku.Aku pikir aku sangat beruntung memiliki keluarga yang sangat bahagia dan sangat menyayangiku.Hanya aku, adik, ibu dan dirimu, ayah.

Ayah, meskipun dulu waktu aku sangat kecil memang ayah jarang pulang, ibu bilang pekerjaan ayah menuntut seperti itu, seminggu kadang hanya pulang sekali, itu saja yang kutau. Tapi aku tetap menyayangimu, ayah. Aku selalu menunggu kepulanganmu di depan pintu rumah. Aku masih ingat, setiap ayah pulang ayah selalu menggendongku, dulu. Ayah selalu membawakanku buah tangan entah itu murah atau mahal tetapi aku tetap menyukainya. 

Waktu terus berlalu, aku tak mengerti mengapa ibu terkadang terlihat sedih, seperti ada yang mengganggu pikirannya. Ku tanya ibu dengan wajah polosku, ibu bilang ibu hanya kecapekan. Aku tak bertanya lebih jauh lagi, aku masih belum mengerti waktu itu. Kupikir ibu tak akan membohongiku.
Kini aku tumbuh menjadi seorang gadis remaja. Ayah sudah sudah tidak bekerja lagi, ayah sudah pensiun. Masih dengan pikiran polosku “yeay, sekarang ayah memiliki waktu lebih banyak buatku, aku bisa melakukan apapun bersama ayah sepeti teman-temanku lainnya” betapa senangnya, tapi kenyataannya tidak begitu. Aku masih tidak tau kenapa ayah (masih) sering pergi keluar kota, sungguh aku tidak mengerti.
Suatu ketika aku mendengar ayah dan ibu bertengkar, aku tak sengaja mendengarnya. Aku hanya bisa diam, ku menangis di dalam hati, mengapa jadi sepertiini.Ayah pun pergi berlalu entah kemana.Aku tak berani bertanya mengapa mereka bertengkar.Beberapa hari kemudian ibu bercerita semuanya kepadaku, mungkin ibu kira aku sudah cukup dewasa untuk mengetahui semuanya.Betapa aku sangat terkejut, ternyata aku mempunyai saudara lain selain adikku. Memang, sebelum menikah dengan ibuku ayah telah menikah dengan ibu dari ketiga saudaraku yang lain. Tapi ibu mereka telah meninggal dunia.
Ibu juga bercerita, ternyata dari dulu ayah lebih memperhatikan mereka dibanding ibu. Bahkan ketika mereka semua sudah mempunyai rumah tangga masing-masing, ayah tetap saja lebih peduli dengan mereka. Sungguh, aku sangat terkejut mendengarnya. Jadi selama ini ibu selalu bersedih karena hal ini. Aku memaklumi saja, mungkin dulu aku belum waktunya mendengarakan hal ini.
Aku juga baru mengetahui jika ayah mengadopsi anak salah satu dari mereka, ayah sangat menyayangi anak itu. Haha, bahkan ayah tak pernah memperlakukanku se-istimewa itu dulu. Ayah lebih sering menghabiskan waktu bersama anak itu. Apakah ayah tau kalau hal itu begitu menyayat hat iputrimu ini?
Ayah, sungguh sulit untuk menerima semua ini. Bahkan sekarang ayah dan ibu sering bertengkar meski itu di depanku. Ayah, aku tak pernah membayangkan akan seperti ini jadinya. Aku baru ingat jika selama aku bersekolah dulu ayah tak pernah menanyakan apa aku sudah menegrjakan PR atau belum. Kini waktu aku harus masuk universitas ayah tak pernah peduli. Ayah, mengapa ayah tak mau memasukkanku ke universitas? Mengapa ayah tak mau membiayai universitasku? Apa aku tak memiliki hak yang sama dengan mereka yang ayah sekolahkan tinggi? Mengapa ayah begitu mengabaikanku?
Ayah, aku iri dengan teman-temanku yang memiliki ayah yang begitu menyayangi putri mereka. Aku iri setiap kali teman-temanku dengan bangga menceritakan tentang ayah mereka yang begitu menyayangi mereka. Aku iri melihat teman-temanku sering menghabiskan waktu bersama ayah mereka. Aku sangat iri, ayah.
Ayah, aku tak berdaya. Aku hanya menginginkan ayah peduli terhadapku, keluarga kita. Aku hanya ingin ayah memperhatikanku, masa depanku, masa depan adikku. Aku tak bisa seperti ini, aku sangat iri pada mereka yang bisa meneruskan sekolah ke universitas. Aku ingin memiliki pendidikan yang tinggi. Mungkin aku terkesan sangat egois, tapi apa aku salah jika menuntut hak yang sama dengan anak ayah yang lainnya?.Mereka begitu ayah pedulikan, tapi bagaimana denganku?
Ayah, apakah ayah tau? Meskipun begitu, aku tetap berusaha untuk tidak membenci ayah, biar bagaimanapun ayah tetaplah ayahku. aku selalu mendoakan ayah setiap kali aku selesai sholat. Tak banyak yang kuminta, Ayah. Semoga ayah selalu dalam lindungan-Nya, selalu diberi kesehatan dan semoga ayah teringat padaku, putrimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar