Translate

Kamis, 17 Oktober 2013

Sebuah Kenangan di Desa Daerah Pegunungan

Hai guys..
Kembali lagi nih sama aku. Kali ini aku akan nulis berbeda dari biasanya. Ya, postinganku kali ini berupa sebuah cerpen. Yup, terinspirasi dari sebuah pengalamanku beberapa tahun silam.. Mungkin, kejadian ini sih banyak yang ngalamin juga ya.. kan lagi ngetren*nya, bahahaha.. tanpa basa basi lagi, let’s check it out !

“Sebuah kenangan di desa daerah pegunungan”


Semua ini, berawal dari sebuah Pendiklatan anggota baru sebuah organisasi kami. Tahun ini kami yang jadi seniornya. Oh iya, namaku Putri. Salah seorang murid di Senior High School yang ternama di kotaku. Waktu itu aku duduk di kelas XI, begitu juga dengan Ardi. Ya Ardi, dia adalah cowok yang menurutku keren abis! Dari kelas X kami emang gak pernah satu kelas. Waktu kelas X, Ardi dikelas XB dan aku XA. Ketika kami sama* kelas XI, Ardi di XI A1 dab aku A3. Yup begitulah, tapi kami masih bisa bertemu dalam satu organisasi.
Ardi, ya. Aku sudah kenal sejak pertama kali MOS ( Masa Orientasi Siswa). Salah satu cowok yang sering kupandangi dan menjadi salah satu alasanku buat datang kesekolah. Cowok bermata sipit itu yang sudah membawa lari hati dan pikiranku. Kian lama ku pandangi dia tanpa dia sadar, tiba-tiba muncul suatu perasaan dalam hatiku yang begitu melonjak-lonjak. Aku suka pada Ardi, ya aku menyukainya. Bukan! Mungkin aku hanya kagum pada sosok cowok berambut cepak itu.
Entah, apa yang ada dipikiranku saat itu, aku begitu gundah resah. Aku selalu menyembunyikan apa yang aku rasa, tak ada seseorang pun yang tau akan hal ini. Maksud hati ingin ngobrol sama Ardi, tapi apalah daya, menatapnya saja aku tidak kuat. Oh Tuhan.. ada apa ini.
Satu tahun lebih kupendam perasaan ini. Hingga pada suatu hari pada awal kelas XI, diadakan pendiklatan anggota baru di organisasi kami. Sebenarnya, jabatanku di organisasi ini juga tak begitu penting, aku hanyalah sebagai anggota. Ya mungkin banyak yang menganggapku tak ada dalam organisasi ini. But, whatever lah.. aku datang juga karena Ardi, bukan mereka* yang menganggapku tak ada.
Sebuah desa, tepatnya berada di daerah salah satu dataran tinggi (pegunungan) dikota kami menjadi tempat dilangsungkannya pendiklatan. Yup, sebenarnya malas sekali mengikutinya tapi ini kewajiban, ya meski terpaksa tapi tetap berangkat. Nah, ini yang membuatku malas. Bukannya aku ikut di rombongan peserta, malah disuruh ikut sama rombongan guru pendamping. Bukan main malu ku saat itu, mana guru yang mendampingi itu masih muda dan belum menikah. Hahaha.. malu sama senang campur jadi satu deh pokoknya.
Kira-kira sekitar 60 menit, rombongan kami sudah sampai dilokasi. Bukan, ini bukan lokasinya. Lokasinya masih berada nan jauh di atas sana. Untuk mencapai atas, kami dan calon peserta harus mendaki +/- 10km jauhnya. Dapat kubayangkan jarak sejauh itu saat dulu aku ikut lari maraton, jauh banget. Apalagi ini dalam posisi naik keatas. Dapat kurasakan kakiku yang sakit bila sudah sampai puncak. Ini sangat menyiksa.
Proses pendiklatan ditahun ini, para peserta dibagi menjadi 8 kelompok. Mereka harus naik keatas dan harus berhenti di setiap pos-pos yang sudah ada kakak* senior untuk istirahat dan mendapat materi. Ada 4-6 pos yang harus mereka kunjungi untuk bisa sampai puncak. Tiap pos berisi 2-3 kakak* senior. Oh sial banget, aku dapet tugas di pos 1, pos paling bawah. Dan untuk naik keatas harus jalan kaki(?) oh aku sungguh tak percaya. But, kujalani juga.
 Di pos 1 aku jaga sama temenku dari kelas XI A7, Diyah namanya. Aku sudah males sih, jadi gak terlalu total ngejalanin tugas ini. Biarlah Diyah yang ngasih materi ke adek* peserta. Duh, sumpah lama banget deh rasanya, harus panas*an disini nunggu adek* ngerjain tugas dari Dyah. Mana dari tadi belum kelar juga semua pesertanya. Oh, aku tak tahan dengan situasi menjengkelkan seperti ini.
Ssttt... tiba-tiba saja Ardi lewat pos ku, yaiyalah secara dia mau naik ke atas nganterin minuman buat senior yang jaga di pos puncak sih, lantas mana bagianku? Aku juga kehausan disini Arr, kamu tega banget, gertakku dalam hati. Mau minta minum saja aku tak berani bilang ke Ardi, aku hanya bisa menatapnya. Ya menatapnya, dari jauh. Ardi pun pergi, pupus juga harapanku dapat minum.
Oh Lord.. akhirnya selesai juga tugasku di pos 1. Sudah siang, panas banget! Apalagi ini musim kemarau. Arghhh.. dehidrasi deh, mana tagi gak bawa botol minuman. Untunglah, Dyah menawariku minum dan snack yang dia bawa, syukurlah. Aku dan Dyah istirahat sebentar di pos tempat kami jaga, ya sekedar nyegerin pikiran lah sama ngumpulin tenaga lah buat mendaki ke puncak. ”oh, andai saja ada Ardi yang mau menawariku buat bareng naik ke atas” gumamku. Tiba-tiba saja Ardi lewat dan seketika berhenti di depanku
                                “hey put, sudah selesai ya?” tegur Ardi.
                                “eh, iya nih Arr. Kamu mau kemana? Ke atas ya” tanyaku sedikit berharap.
                                “iya put. Kenapa? Kamu mau bareng?” tanya Ardi.
                                “ah, enggak aja Arr, bawaanmu banyak tuh. Nanti jatoh lagi. Lagian Dyah gimana”
                                “haha.. eh, kamu pengertian banget put. Yaudah aku duluan ya..” Ardi tersenyum.
Hah.. bodoh banget sih aku. Ini kan kesempatan buat ngobrol juga sama Ardi. Ah. Tapi ya kasian Dyah juga sih harus susah payah mendaki keatas, sendirian pula. Biarlah kutemani Dyah berjalan kaki keatas bersamaku.
Sambil ngobrol-ngobrol sama Dyah, ku daki jalan terjal ini setapak demi setapak. Lelah pun kini sudah terasa di betis kami. Pos demi pos kulalui sama Dyah. Tak terasa juga, aku dan Dyah hampir sampai lokasi yang ada dipuncak. Perasaan lega pun kini terpancar dari wajah kami berdua.
                                “put, duduk sini bentar ya, aku capek!” Dyah mengeluh.
                                “huu.. katanya sering naik turun gunung. Masa capek, haha” candaku.
                                “beneran put, lemes banget badanku. Kita istirahat ya” pinta Dyah.
Akhirnya aku dan Dyah istirahat di sebuah gubuk yang ada dipertigaan jalan yang akan kami lalui. Selang beberapa menit, ada suara cewek yang memanggilku, “Hai put!”. Oh Lord, ternyata Tya dan Udin yang sedang berlintas menaiki sebuah motor. Tya, ya. Sesosok cewek yang amat cuek tapi dia sahabatku. Oh.. tega sekali dia membiarkanku jalan kaki. Yaa.. mungkin lagi sama Udin. Mereka kan satu kelas dulu,pikirku. Udin, cowok berambut agak kriting itu mendapat bagian sebagai pengontrol kesehatan dalam Pendiklatan kali ini. Yap... sedikit penjelasan tentang mereka.
                                “oh iya Ya.. ada apa gerangan kau memanggilku. Berhenti dong!” kataku.
                                “iya(menyuruh Udin menghentikan mesinnya). Kamu jalan kaki Put?”
                                “iya nih Ya.. aku jalan kaki dari bawah sama si Dyah nih, capek. Mana kami dehidrasi. Kamu bawa minum gak?”
                                “enggak nih Put, hmm diatas ada konsumsi kok. Cepetan kamu keatas aja”
                                “aku capek Ya, apalagi Dyah nih, kasihan. Tadi si Ardi juga gak ngasih minum”
                                “ah masa iya? Yaudah aku nemeni kamu jalan aja ya Put?”
                                “loh enggak, gimana dengan Udin? Kamu jaga sama dia aja Ya, aku gak apa*”
Tya dan Udin pun akhirnya meneruskan tugas mereka untuk keliling mencari dan berjaga kalau ada peserta yang membutuhkan bantuan mereka.
                                “eh put put.. kamu denger sesuatu gak” teriak Dyah.
                                “apa apa Yah? Denger apaa?” tanyaku panik.
                                “itu lo.. seperti ada suara yang mendekat”
Ku tengok jalan yang kulalui sama Dyah tadi. Ternyata segerombolan salah satu kelompok sedang melanjutkan perjalanan menuju puncak lokasi. Aku dan Dyah pun segera bergegas lari meninggalkan gubuk tempat istirahat kami tadi. Berharap bisa sampai puncak terlebih dahulu ketimbang segerombolan salah satu kelompok tadi, sampai-sampai aku dan Dyah tak menghiraukan sapaan dari sebagian kakak-kakak penjaga di pos. Ohh, maafkan aku kawan, aku terlalu bersemangat.
Tak terlalu jauh jalan yang kami lalui untuk sampai puncak dari lokasi gubuk tadi, jadi gak butuh waktu lama untuk bisa sampai dipuncak lokasi. Tepatnya disebuah tenda yang terbuka, kutemui ketua organisasi kami, Nura namanya. Nura, cewek berjilbab itu, cewek yang paling centil di organisasi ini. Yup, tapi aku salut sama dia, dia pinter sih.“Putri.. Putri.. kesini kesini (melambaikan tangan)” panggil Nura mengajakku bergabung dengannya.
Aku dan Dyah bergegas menuju tenda disebelah masjid itu. Akhirnya sampai juga disini. Kulihat sudah ada 2 kelompok yang sudah sampai disini dan beristirahat. Aku bergabubng dengan mereka, tapi mana Ardi? Daritadi aku tak menjumpainya disini sama Nura. Ah sudahlah, pikirku. Kulihat jam tanganku sudah menunjukkan waktunya sholat Dhuhur. Kuberitahu Nura supaya dia mengingatkan para peserta yang sudah sampai untuk segera mengambil air wudhu dan sholat.
Tak lama kemudian kelompok demi kelompok berdatangan di ikuti para kakak-kakak senior dibelakangnya. Mereka segera bergegas menuju masjid dan bergabung dengan yang lainnya.
Seusai sholat berjamaah, kami semua makan siang. Saat itu aku besama Tya makan di tenda disusul Fajar, Ardi dan semua kakak-kakak senior. Sedangkan para peserta yang lain makan sambil istirahat di masjid.
Waktu makan, Ardi duduk disebelahku. Kulirik Ardi, sejenak kulihat pancaran sinar matanya. Oh tidak, aku tak sanggup untuk berlama-lama menatap mata itu. Tiba-tiba saja, Ardi mengarahkan pandangannya ke diriku. Aku kaget, lalu menundukkan pandanganku. Lucunya diriku, kulirik Ardi lagi, dia tersenyum. Iya tersenyum karena kekonyolanku.
Bukan di tenda tersebut lokasi pendiklatannya, melainkan di sebuah air terjun deket sungai dimana untuk mencapainya perlu berjalan kaki +/- 2km. Tak apalah, pikirku. Aku berjalan paling depan bersama Tya, Diyah dan Ita. Menyenangkan sekali, kami berempat menyanyi ria yang kemudian di ikuti para peserta diklat yang ada dibelakang kami. Ini sungguh menyenangkan. Kami semua bercanda ria dan menjalin keakraban dengan anggota junior.
Gak butuh waktu lama sih untuk sampai di lokasi air terjun, Cuma berkisar +/- 20 menitan lah kami semua sampai lokasi tersebut. Semua bersorak gembira karena usaha untuk mencapai sini yanbg begitu sulitnya terbayarkan dengan jernihnya air sungai tersebut. Waahh aku juga ikut senang akan hal ini, tapi aku gakmau masuk kedalam air, gak bawa baju ganti soalnya. Haha..
Sesaat kemudian, ada intruksi dari Nura, ketua organisasi kami. Bahwa, anggota junior harus mencari benda yang dimaksudkan Nura di sungai ini sebagai tanda resminya mereka semua menjadi anggota yang baru. Haha seru juga inisiatif si Nura, biar semangat nyari disuruh basah-basahan disungai.. seruu seruu, pas lagi panas-panasnya ini...
Tanpa berlama-lama, anggota junior pada njebur ke sungai, mihihi kayak bebek yang digiring pemiliknya buat mandi dikali aja nih. Sementara anggota junior pada sibuk main basah-basahan, kami semua anggota senior asyik sendiri nunggu di atas sambil ngamatin para anggota junior. Tak mau kalah acara, Aku, Tya dan Diyah asyik sendiri sama obrolan kami tentang Iphone keluaran terbaru, ya Iphone 5. Duhh kapan bisa beli yaa?
Sedang asyik-asyiknya ngobrol, kami bertiga dipanggil sama Ardi suruh gabung sama mereka ditempat teduh bawah pohon yang disebrang sungai sana. Duhh.. Ardi manggil aku? Melayang melayang rasanya. Eh tapi kan yang dipanggil nggak cuman aku, pupus deh anganku.
Tanpa pikir panjang lagi, Aku dan kedua temanku langsung bergegas menuju tempat teman-teman senior lainnya. Melewati jembatan, mengarahkan pandanganku ke Ardi, begitu rupawannya dia. Tampaknya Ardi juga mengamatiku waktu aku melewati jembatan itu. Oh Ardi, kamu takut aku jatuh ya, kamu takut aku kenapa-kenapa ya? Perhatian banget sih, anganku semata.
                                “Kau memanggilku Nur? Ada apakah?” tanyaku pada Nura.
                                “Gak ada apa-apa kok Put, cuman biar kelihatan kompak aja dimata adek-adek”
                                “kamu bener juga Nur, kukira kalau ada sesuatu yang emergency gitu, haha”
                                “Ah kamu ini ada-ada saja. Oh iya, dicari Ardi tuh, ciyee..”
                                “Hah Ardi? Kamu gak bohong kan Nur (badan langsung panas dingin)”
                                “Aku bercanda Put. Ciyee kena dia (berlari mengejekku)”
                                “Aahh.. dasar kamu Nur. Awas yaa (mengejar Nura)”
Aku dan Nura saling berkejaran sambil tertawa terbahak-bahak. Wow asyik sekali.. ini membuat perutku serasa kram. Tapi Nura tak kunjung berhenti juga, kuputuskan untuk berhenti berlari mengejar Nura. Kutundukkan arah pandanganku ketanah, aku sangat capek. Kubuat lututku sebagai tumpuanku berdiri. Eh tunggu sebentar, tiba-tiba kulihat ada kaki bersepatu dihadapanku.
                                “Kamu kenapa Put?” kata sesosok bersepatu itu.
                                “(kuarahkan pandanganku keatas) eh kamu Arr..” kataku kaget.
                                “Loh, kenapa kaget? Ada yang salah ya sama aku?”
                                “Eh.. enggak kok Arr, Cuma heran aja kok kamu disini”
                                “Iya, aku tadi sama si Wawan lagi ada urusan di tenda put. Kamu kenapa lo? Kok bersimpuh disini?” tanya Ardi sambil melongo.
                                “Hehehe gak apa-apa kok Arr, kecapekan aja habis kejar-kejaran sama si Nura tuhh”
                                “Kenapa sampai kejar*an Put? Yuk kubantu, capekkan?(mengulurkan tangan)”
                                “(kuterima uluran tangan Ardi) makasih ya Arr, kesana ya, gabung sama yg lain”
Aku dipapah Ardi menuju tempat teman* senior yang lain. Duhh... betapa melayang hati ini. Ardi oh Ardi, aku sayang kamu deh, kataku dalam hati. Sesampainya tempat teman* yang lain, langsung saja aku dibully sama temen-temen. Yang inilah itulah, tapi aku senang kadang jengkel juga sih ya. Tapi tak apa, selama itu sama Ardi. Hehehe..
Setelah kejadian barusan, akupun mulai bingung sama perasaan Ardi ke aku. Mungkinkahh... “hei Put ayo sini, aku kita abadikan moment ini, kamu harus ikut” kata* itu kemudian merasuk telingaku dan membuyarkan semua angan*ku. Ternyata si Fajar yang memanggilku. Oh Fajar, kamu tega sekali ya. Akhirnya aku gabung dengan yang lain untuk berfoto. Eh tapi mana Ardi? “Hey.. tunggu aku” itu suara Ardi, darimana dia. Kok lari-lari begitu? Aku pun kaget juga, mengapa Ardi mengambil posisi disebelahku? Memegang pundakku? Oh plis Ardi, jangan buat aku nampak bodoh didepan kamera.
Apa sebenarnya maksud semua ini Arr? Jangan buatku bingung! Gumamku dalam hati. Ahsudahlah, ngapain juga kupikirkan, mungkin aku terllu PD ini. Tak terasa, nyaris semua anggota junior mendapatkan benda yang dimaksud sama si Nura, yahh.. bakalan berakhir dong saat-saat didesa ini, saat aku senang berada deket sama Ardi, tidaaakkk.
Tapi semua ini tak dapat kuhindarkan. Hari mulai sore, Setelah meresmikan anggota baru, kami semua balik ke tenda buat bersih-bersih dan persiapan pulang. Sebenarnya tak mau berakhir, tapi kami semua harus pulang. Ikhlas ajalah Put. Senyum dong yaa.. akhirnya kami semua balik ke Tenda untuk bersih-bersih diri dan persiapan pulang.
Dalam perjalanan pulang, aku jalan kaki menuju bawah sama Tya. Kami jalan berdua dengan cepat, dan tak secapek waktu perjaanan naik keatas sini. Ditengah-tengah perjalanan, kami duduk disebuah pos ronda dan tiba-tiba Ardi dan Wawan naik motor berdua. Mereka menyapaku..
                                “Hai, loh kalian Cuma berdua. Yang lain dimana?” tanya Ardi.
                                “hmm mungkin masih ditenda Arr, tadi aku duluan kesini. Lalu kutunggu mereka di pos ini”
                                “oh begitu ya Put. Oya kamu masih ada pesediaan minum. Aku haus”
Aduh, gimana ini? Aku juga haus, tapi ardi haus. Aku masih ada 1 aqua gelas dan 1 botol mizone. Apa kukasihkan ke Ardi aja ya, aku kasian ngelihat dia, gumamku dalam hati sambil ngelihat Ardi.
                                “eh ini Arr, aku ada satu gelas aqua nih. Kamu mau? (nyodorin aqua)”
                                “(Ardi turun dari motor dan duduk mendekatiku) iya tak apa Put”
Kasihan banget Ardi, sampai segitunya dia meminum aqua dariku. Dia lalu tanya ke aku, apakah masih ada lagi? Gila, kamu ini habis ngapain Arr, kok sampai segitunya sama air. Ardi mendekatkan duduknya ke aku, duh.. berdetak kencang deh ini jantung aku. Dag dig dug duaarr...
                                “enggak ada lagi Arr, itu yg terakhir. Sorry ya..” kataku bohong.
                                “iya gak apa kok. But makasih lo airnya tadi Put. Sangat bermanfaat. Eh iya, yang lain dimana ya, kok belum ada tanda-tanda lewat sini?”
                                “gaktaulah Arr,” sahut si Wawan yang juga kehausan.
                                “loh kamu nanti gimana kebawahnya Put, aku juga sama Wawan, jadi gak bisa mboncengin kamu deh ini, gimana?” kata Ardi cemas.
                                “aku gak apa Arr, aku jalan kaki saja sama Tya kebawah” kataku bersedih.
                                “biar siapa nanti kusuruh mboncengin kamu kebawah Put.” Kata Wawan
                                “iya Wan, makasih ya.. kalau gak ada juga gak apa kok. Jalan kaki lebih sehat”
Sambil menunggu yang lain, aku dan Ardi terus ngobrol sambil tertawa riang di pos ronda itu. Dan tanpa kusadari, jarak duduk kami berdua sangatlah dekat. Dekat banget sama Ardi, hal ini gak pernah terbayangkan olehku. Oh Lord, terimakasih Kau telah mendekatkanku sama Ardi dalam jarak yang sedekat ini. Terimakasih. Aku tak bisa menyangka dan membayangkan lagi betapa senangnya hati ini waktu itu. Yang pasti, terimakasih Ardi, kau telah membuat sedikit cerita dihidupku. Ya namun pada akhirnya kau tak bersamaku sekarang but setidaknya kita ‘pernah’ deket dan mempunyai perasaan yang sama, semoga kita semua sama-sama saling bahagia dan tidak ada yang merasa tersakiti. Terlebih Putri.

Yup guys, thanks udah nge-baca tulisanku ini nih, ya meskipun mungkin gak guna juga buat kalian. Tapi setidaknya ada yang bisa kita contoh dari cerita tadi. 1. Jangan terlalu PD sama perhatian orang ke kita. 2. Belajar ikhlasJ. Ya poin yang kedua ini memang sulit dijalanin. ‘ikhlas’ sebenarnya sampai sekarangpun aku juga belum ikhlas kok kalau ‘dia’ yg dulu pernah mewarnai hidupku sekarang sama yg lain. Tapi ya harus belajar ikhlas kan. Thanks guys{} J



My Inspiration: B JJJJJ

2 komentar: